Senin, 19 November 2012



Muchoadhesive Sublingual

Disusun oleh:
    ALEX BONAJAYA







BAB 1
PENDAHULUAN
1.3.       Latar Belakang
Kemajuan ilmu teknologi dalam bidang farmasi sangat berpengaruh dalam meningkatkan mutu sediaan obat. Rancangan dari suatu bentuk sediaan yang tepat memerlukan pertimbangan karakteristik fisika, kimia dan biologis dari semua bahan-bahan aktif dan bahan-bahan farmasetik yang digunakan harus tercampurkan satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan suatu produk obat yang stabil, manjur, menarik, mudah dibuat dan murah (Ansel, 1989).
Salah satu sistem yang dikembangkan untuk tujuan pemberian obat dengan memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi aplikasi dan memperpanjang waktu absorbsi adalah sediaan mukoadhesif. Sediaan mukoadhesif juga memfasilitasi kontak yang rapat antara sediaan dengan permukaan absorbsi sehingga dapat memperbaiki dan atau meningkatkan kinerja terapi obat. Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem penghantaran obat mukoadhesif telah dikembangkan untuk penggunaan oral, buccal, sublingual, nasal, rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal.
Sediaan mukoadhesif sublingual diharapkan dapat memberikan efek segera dan berlangsung lama.
Pada awal tahun 1980-an, konsep adhesif mucosal atau mukoadhesif mulai dikenalkan dalam system penghantaran obat terkendali.  Mukoadhesif  adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mucus yang menutupi permukaan epithel permukaan dan molekul musin yang merupakan konstituen utama dari mucus.
Adhesi dapat didefinisikan sebagai ikatan yang dihasilkan oleh kontak antara adhesif sensitif-tekanan dan permukaan. The American Society of testing and materials mendefinisikan Adhesi sebagai keadaan di mana dua permukaan yang diadakan bersama oleh gaya antarmuka, yang dapat terdiri dari gaya-gaya valensi, aksi atau keduanya saling terkait.
Dalam sistem biologis, bioadhesi dapat dibedakan menjadi empat jenis :
  1. Adhesi sel yang normal pada sel normal yang lain
  2. Adhesi sel dengan zat asing.
  3. Adhesi sel yang normal terhadap sel patologis.
  4. Adhesi suatu adhesif/perekat terhadap zat biologis.
Untuk tujuan penghantaran obat, istilah bioadhesi menyiratkan pelengkap sistem pembawa obat menuju lokasi biologis yang spesifik. Permukaan biologis dapat menjadi jaringan epitel. Fenomena ini disebut sebagai mukoadhesi jika tambahan perekatnya adalah sebuah lapisan mukus,. Bioadhesi dapat dimodelkan setelah tambahan bakteri menuju permukaan jaringan, dan mukoadhesi dapat dimodelkan setelah pelekatan mukus pada jaringan epitel.
1.2        Tujuan
1.      Tujuan Umum
·         Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Dr. Teti Indrawati, MS.Apt selaku dosen pengajar Biofarmasi
2.      Tujuan Khusus
·         Mengerti apa itu sediaan tablet mucoadhesif sublingual.
·         Mengetahui macam-macam sediaan mukoadhesif sublingual.
·         Mengetahui perjalanan obat dengan sistem mukoadhesif sublingual tersebut dalam tubuh.
1.4.       Permasalahan
-          Bagaimana biofarmasi obat dalam bentuk sediaan mukoadhesif sublingual.






















BAB 11
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     Mekanisme mukoadhesif
Bioadhesi merupakan fenomena yang tergantung pada sifat bioadhesive. Tahap pertama melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan membran, baik dari permukaan bioadhesif yang memiliki pembasahan bagus, maupun dari pengembangan bioadhesif. Pada tahap kedua, setelah diadakan kontak, penetrasi bioadheshif ke dalam celah-celah permukaan jaringan atau antarrantai dari bioadhesive dengan mukus yang terjadi. Pada tingkat molekuler, mukoadhesi dapat dijelaskan berdasarkan interaksi molekul. Interaksi antara dua molekul terdiri dari daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik muncul dari gaya Van der Walls, daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik. Interaksi daya tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan tolakan steric.
Untuk terjadi mukoadhesi, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolakan non-spesifik.
2.2     Penggunaan Obat Mukosa Bukal
Penggunaan obat melalui membran mukosa di dalam mulut, dapat dibagi menjadi area non keratin, meliputi di bawah lidah (sublingual) dan antara pipi dan gusi (mukosa bukal). Sedangkan area keratin meliputi di sekitar gusi (gingiva), disekitar langit-langit mulut bagian atas (palatal mukosa) dan di dekat bibir. Membran mukosa mempunyai luas area 100 cm2 dan mempunyai karakteristik yang berbeda–beda, meliputi ketebalan dan aliran darah tergantung dari lokasi serta aktivitas yang dilakukan (Crick, 2005).
Penghantaran peptida melalui rute membran mukosa, ternyata dapat mengurangi terdegradasinya enzim jika dibandingkan dengan penggunaan obat secara nasal, vaginal dan rektal. Rute membran mukosa menjadi kurang baik jika berinteraksi dengan protease, seperti pepsin, tripsin dan chymotripsin. Hal ini disebabkan ketiga senyawa tersebut merupakan produk yang dihasilkan oleh lambung dan usus halus, selain itu keberadaan ketiga senyawa tersebut memang dimaksudkan untuk menghidrolisis peptida (Crick, 2005).
Patch Bukal
Patch bukal adalah bentuk sediaan obat yang berdasar pada mukoadhesif sistem. Menurut Mathiowitz et al. (1999) ukuran ketipisan patch bukal antara 0,5-1,0 mm, apabila lebih kecil akan menyulitkan dalam pemakaiannya. Pelepasan zat aktif pada suatu patch dikenal dengan metode tidak langsung. Menurut Lenaerts et al.(1990), patch terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a.       Permukaan dasar mukoadhesif terdiri dari polimer biodhesif polikarbopil,
b.       Permukaan membran yang merupakan tempat terlepasnya obat,
c.       Permukaan impermeable, yang langsung bersentuhan dengan mukosa.
Desain bentuk patch dengan metode tersebut dapat dilihat pada gambar 1.





 Gambar 1. Desain Patch Bukal unidirectional (Lenaerts et al.,1990)
Guna mendukung sistem tersebut, dibutuhkan eksipien yang berfungsisebagai polimer mukoadhesif. Menurut Grabovac et al. (2005) polimer mukoadhesif adalah makromolekul natural atau sintetis yang mampu bekerja pada permukaan mukosa. Polimer mukoadhesif sudah dikenalkan pada teknologi farmasi sejak 40 tahun yang lalu, namun baru beberapa tahun terakhir metode ini dapat diterima.
Polimer mukoadhesif dianggap dapat sebagai terobosan baru sebagai sediaan lepas lambat dan meningkatkan sistem penghantaran obat secara lokal.




















BAB 111
PEMBAHASAN

3.2        Mukoadhesif Sublingual
Mucoadhesive di kenal pada tahun 1980 sebagai sistem penghantaran obat terkendali. Mucoadhesive adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mucus yang menutupi permukaan epithelial-permukaan dan molekul musin yang merupakan konstituen utama dari mucus. Sistem penghantaran obat mucoadhesive memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan kinerja terapi obat. 
Dalam beberapa tahun terakhir banyak sistem penghantaran obat mucoadhesive telah dikembangkan untuk penggunaan oral, sublingual,  buccal, nasal, rektal, dan rute vagina untuk efek sistemik dan lokal.
Penggunaan obat melalui membran mukosa di dalam mulut, dapat dibagi menjadi area non keratin, meliputi di bawah lidah (sublingual) dan antara pipi dan gusi (mukosa bukal). Sedangkan area keratin meliputi di sekitar gusi (gingiva), disekitar langit-langit mulut bagian atas (palatal mukosa) dan di dekat bibir. Membran mukosa mempunyai luas area 100 cm2 dan mempunyai karakteristik yang berbeda–beda, meliputi ketebalan dan aliran darah tergantung dari lokasi serta aktivitas yang dilakukan (Crick, 2005).
Penghantaran peptida melalui rute membran mukosa, ternyata dapat mengurangi terdegradasinya enzim jika dibandingkan dengan penggunaan obat secara nasal, vaginal dan rektal. Rute membran mukosa menjadi kurang baik jika berinteraksi dengan protease, seperti pepsin, tripsin dan chymotripsin. Hal ini disebabkan ketiga senyawa tersebut merupakan produk yang dihasilkan oleh lambung dan usus halus, selain itu keberadaan ketiga senyawa tersebut memang dimaksudkan untuk menghidrolisis peptida (Crick, 2005).
3.2     Kelenjar Sublingual



                       

Gambar 2.1 Anatomi Lidah

Kelenjar sublingualis adalah kelenjar saliva mayor terkecil dan terletak paling dalam. Masing-masing kelenjar berbentuk badam (almond shape), terletak pada dasar mulut antara mandibula dan otot genioglossus. Masing-masing kelenjar sublingualis sebelah kiri dan kanan bersatu untuk membentuk massa kelenjar yang berbentuk ladam kuda di sekitar frenulum lingualis.
3.3      Metode Mucoadhesive
Mekanisme mucoadhesive pada tahap pertama melibatkan kontak yang rapat antara bioadhesif dan membran, baik dari permukaan bioadhesif yang memiliki pembasahan bagus,
maupun dari pengembangan bioadhesif. Pada tahap kedua, setelah diadakan kontak, penetrasi bioadheshif ke dalam
celah-celah permukaan jaringan atau antarrantai dari bioadhesive dengan mukus yang terjadi. Pada tingkat molekuler, mukoadhesi dapat dijelaskan berdasarkan interaksi molekul. Interaksi antara dua molekul terdiri dari daya tarik dan daya tolak. Interaksi daya tarik muncul dari gaya Van der Walls, daya tarik elektrostatik, ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik. Interaksi daya tolak terjadi karena tolakan elektrostatik dan tolakan steric. Untuk terjadi mukoadhesi, interaksi daya tarik harus lebih besar daripada tolakan non-spesifik.
Tiga kategori utama aplikasi sediaan mukoadhesif dalam system penghantaran obat adalah:
a.       Memperlama waktu tinggal (kontak). Kemungkinan ini telah diteliti secara intensif untuk system penghantaran/pelepasan obat terkendali yang diberikan secara oral dan rute pemberian okuler.
b.       Kontak intensif dengan membrane pengabsorpsi. Tablet mukoadhesif atau laminat menunjukkan sifat pelepasan obat yang menguntungkan jika digunakan melalui rute bukal.Sediaan dalam bentuk partikel mikro (micro particles) sudah berhasil digunakan pada aplikasi obat melalui nasal. Selain itu, terbuka juga peluang untuk memberikan obat secara rectal dan vaginal.
c.       Lokalisasi system penghantaran obat. Dalam beberapa kasus, obat secara preferensial diabsorpsi pada daerah tertentu (spesifik) dari saluran cerna yang juga dinamakan jendela absorpsi (absorption window).
3.4     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mukoadhesif
Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesi:
a.       Faktor-faktor yang terkait polymer: berat molekul; Konsentrasi polimer aktif; Fleksibilitas rantai polimer; konfirmasi spacial; pengembangan
b.       Faktor-faktor yang terkait lingkungan: pH polimer-antarmuka substrat; kekuatan terapan; awal waktu kontak
c.       Faktor fisiologis: kondisi musin; kondisi penyakit
3.5     Sediaan Mucoadhesive
Thiomer adalah basis polimer mukoadhesif, yang menunjukkan hubungan rantai samping thiol. Berdasarkan reaksi pertukaran thiol/disulfida dan/atau proses oksidasi sederhana, ikatan disulfida terbentuk antara beberapa polimer dan subdomain kaya-cistein dari mukus glikoprotein. Oleh karena itu, thiomer menyerupai mekanisme alami pelepasan mukus glikoprotein, yang juga terikat secara kovalen dalam lapisan mukus dengan pembentukan ikatan disulfida.
 Bentuk sediaan berdasarkan thiomer:
1.      Mikropartikel dan nanopartikel. Mikropartikel dan nanopartikel memiliki ukuran partikel yang kecil, mereka menunjukkan waktu tinggal di gastrointestinal lebih lama meskipun tanpa beberapa sifat mukoadhesif dengan berdifusi ke dalam lapisan gel mukus.
2.      Tablet Matrix. Tablet matrix mukoadhesif berguna untuk intraoral, peroral, okular, dan vaginal-penghantaran lokal atau sistemik. Terkait dengan sifat cross-linking in situ thiomer, sifat kohesif dan juga stabilitas matrix pembawa yang mengembang dapat dijamin.
3.      Gel. Gel mukoadhesif berguna dalam kasus intraoral, vaginal, nasal, dan penghantaran okular. Lebih jauh, bagaimanapun, formulasi gel mukoadhesif tidak dapat tercapai maksimal, karena sifat adhesif sebagai sistem penghantaran yang sering tidak terpenuhi. Kentungan besar menggunakan thiomer dalam formulasi gel terlihat tidak hanya dalam mukoadhesif mereka tetapi juga dalam sifat gelling-in situ mereka.
4.      Formulasi Likuid. Thiomer menunjukkan stabil ketika disimpan dalam bentuk kering. Dalam larutan berair; bagaimanapun, mereka menunjukkan membentuk ikatan disulfida dalam suatu penanda tergantung-pH. Karena instabilitas dalam larutan berair, thiomer belum banyak digunakan dalam formulasi likuid.
3.6     Metode Kerja Mucoadhesive Sublingual
Ketika tablet ini ditempatkan di bawah lidah, dengan cepat terurai dan larut dimana obat ini diserap langsung melalui selaput lendir ke dalam aliran darah. Ini memberikan efek yang jauh lebih cepat dan penyerapan lebih dapat diandalkan daripada tablet yang tertelan. Tablet ini terdiri dari partikel pembawa yang membawa zat aktif, serta zat-zat yang menempel tablet atau partikel pada membran mukosa. Keuntungan dari jenis pengiriman obat termasuk:
·         Cepat bertindak efek
·         Dosis dapat diandalkan
·         Direproduksi efek
Penyerapan cepat dan direproduksi dari zat aktif membuat teknologi pemberian obat yang ideal untuk pengobatan gejala yang memerlukan efek cepat, seperti nyeri akut.
Penyerapan obat ke dalam mukosa oral terutama melalui difusi pasif ke dalam membran lipoidal. Senyawa dengan koefisien partisi dalam kisaran 4-20 dan 2-10 pKa dianggap optimal untuk dapat diserap melalui mukosa bukal.
Obat dapat diserap dari rongga mulut melalui mukosa oral baik oleh sublingual tau bukal rute. Penyerapan agen terapeutik dari rute ini mengatasi degradasi dini obat dalam saluran pencernaan serta kehilangan obat aktif karena pertama-pass metabolisme hati yang mungkin terkait dengan rute oral administrasi. Secara umum, penyerapan cepat dari rute ini diamati karena selaput lendir tipis dan pasokan darah kaya.
Setelah penyerapan, obat diangkut melalui vena atau vena yang dalam bahasa wajah yang kemudian mengalir ke sirkulasi umum melalui vena jugularis, melewati hati dan dengan demikian hemat obat dari pertama-pass metabolisme. Sejak pemberian sublingual obat mengganggu dengan makan, minum dan berbicara, rute ini umumnya dianggap tidak cocok untuk administrasi berkepanjangan.






















BAB IV (Revisi)
KESIMPULAN
4.1              Kesimpulan
·         Mucoadhesive adalah polimer sintetik atau alam yang berinteraksi dengan lapisan mucus yang menutupi permukaan epithelial-permukaan dan molekul musin yang merupakan konstituen utama dari mucus.
·         Sistem penghantaran obat mucoadhesive memperpanjang waktu tinggal sediaan di lokasi aplikasi atau memperpanjang waktu absorbsi dan memfasilitasi kontak yang rapat antara sediaan dengan permukaan absorpsi sehingga dapat memperbaiki dan/atau meningkatkan kinerja terapi obat.   
·         Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mukoadhesif
Faktor-faktor yang mempengaruhi mukoadhesi:
a.       Faktor-faktor yang terkait polymer: berat molekul; Konsentrasi polimer aktif; Fleksibilitas rantai polimer; konfirmasi spacial; pengembangan
b.       Faktor-faktor yang terkait lingkungan: pH polimer-antarmuka substrat; kekuatan terapan; awal waktu kontak
c.       Faktor fisiologis: kondisi musin; kondisi penyakit
·         Metode Kerja Mucoadhesive Sublingual
Ketika tablet ini ditempatkan di bawah lidah, dengan cepat terurai dan larut dimana obat ini diserap langsung melalui selaput lendir ke dalam aliran darah. Ini memberikan efek yang jauh lebih cepat dan penyerapan lebih dapat diandalkan daripada tablet yang tertelan. Tablet ini terdiri dari partikel pembawa yang membawa zat aktif, serta zat-zat yang menempel tablet atau partikel pada membran mukosa.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi Keempat. KORPRI Sub Unit Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta
2.      G.S. Asane, Kiran B.Aher, Deyendra K. Jain, Sanjay G. Bidkar, 2007,   Mucoadhesive Gastro Intestinal Drug Delivery System: An Overview, Pharmaceutical Review, 01/01/2007





Sabtu, 27 Oktober 2012

ZAT PEMBASAH ( TEKNOLOGI SEDIAAN SEMI SOLID )



TUGAS TEKNOLOGI SEMI SOLID II
Zat Pembasah



Disusun oleh:
ALEX BONAJAYA ( 09334032 )


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2010



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa  karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas Teknologi Semi Solid dengan judul “Zat Pembasah”.
            Tugas ini berisi segala sesuatu tentang jenis-jenis zat pembasah dan aplikasinya dalam sediaan farmasi. Dalam penulisan tugas ini banyak manfaat yang diperoleh. Saya berharap tugas ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai Zat pembasah.
            Akhirnya penulis menyadari bahwa tugas ini terdapat berbagai kekurangan yang memerlukan perbaikan. Saran serta kritik yang membangun, penulis harapkan demi lebih baiknya tugas saya selanjutnya.

                                                                                   

Jakarta, April 2010     


Penulis            

















DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
Daftar Is............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.                Emulsifikasi........................................................................................................ 6
B.                 Surfaktan............................................................................................................ 7
C.                 Wetting Agent.................................................................................................... 9
D.                Jenis-jenis Zat Pembasah....................................................................................11
E.                 Aplikasi Zat Pembasah dalam Beberapa Sediaan Farmasi............................... 14
KESIMPULAN.............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 17




















BAB I
PENDAHULUAN

Obat merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan dalam upaya menunjang upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Banyak bentuk sedian farmasi yang beredar di masyarakat diantaranya sediaan padat dan cair, terdapat sediaan yang mengandung bahan aktif yang kelarutannya kecil dalam air. Suatu obat harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga obat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu.

Pada umumnya obat sediaan padat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian proses, proses tersebut meliputi : 1) Disintegrasi bentuk obat dan diikuti pelepasn obat ; 2) Pelarutan obat dalam medium aqueous ; 3) Absorpsi melewati membrane menuju sistem sirkulasi sistemik. Absorpsi sistemik suatu obat dari tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat fisikokimia produk obat. Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat.

Kenyataan tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat kelarutan yang kurang baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam air yang rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik. Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat dilakukan melalui pembentukan garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan bahan pembentukan misel. Metode tersebut dapat digunakan secara individual maupun secara kombinasi.

Beberapa zat berkhasiat memiliki sifat hidrofob, yaitu sifat yang susah untuk dibasahi. Zat berkhasiat yang demikian akan menimbulkan masalah dalam waktu hancurnya, oleh karena itu diperlukan suatu zat pembasah. Zat pembasah membantu mempercepat penetrasi cairan ke dalam tablet sehingga dapat terjadi kontak antara bahan cairan dengan zat penghancur yang lebih cepat.

Obat yang bersifat asam lemah dan basa lemah yang sukar larut, dapat dilarutkan dengan bantuan kerja dari zat aktif permukaan dengan menurunkan tegangan permukaan antara zat terlarut dengan mediumnya. Jika digunakan surfaktan dalam formulasi obat, maka kecepatan pelarutan obat tergantung jumlah dan jenis surfaktan yang digunakan. Pada umumnya dengan adanya penambahan surfaktan dalam suatu formula akan menambah kecepatan pelarutan bahan obatnya.

Polisorbat 60 atau yang lebih dikenal sebagai tween 60 merupakan salah satu surfaktan yang dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan non ionik, zat penambah kelarutan, zat pembasah, dan zat pensuspensi. Propilen glikol atau propana-1,2-diol adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Dalam sediaan semi padat dapat berupa pasta yang penggunaanya secara topikal. Dengan penambahan kosolven dalam sediaan pasta dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk melewati membran. Sedangkan untuk sediaan trasdermal dapat berupa semprot hidung ataupun implan (susuk).


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.                EMULSIFIKASI

Teori Emulsifikasi
·                     Teori Tegangan –permukaan
Bila cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling bercampur, kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-zat aktif permukaan (surfaktan) atau zat pembasah, merupakan zat yang bekerja menurunkan tegangan antarmuka ini.
·                     Oriented Wedge Theory
Menganggap bahwa lapisan monomolecular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase dalam pada emulsi. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa zat pengemulsi tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan gambaran kelarutannya pada cairan tertentu.
·                     Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka
Bahwa zat pengemulsi membentuk lapisan tipis atau film yang mengelilingi fase dispers dan diabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya.

Bahan-Bahan Pengemulsi
1.                  Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi m/a.
2.                  Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, dan kasein. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair pada pendiaman.
3.                  Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti : stearil alcohol, setil alcohol, dan gliseril monostearat. Biasa digunakan sebagai penstabil emusi tipe m/a dari lotio dan salep tertentu yang digunakan sebagai obat luar. Kolesterol dan turunannya dapat digunakan sebagai emulsi untuk obat luar dan menghasilkan emulsi tipe a/m.
4.                  Zat-zat pembasah, yang bersifat kationik, anionic dan nonionic. Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida. Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan dalam inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit sanggup membentuk suatu emulsi a/m.

B.                 SURFAKTAN
Surfaktan adalah substansi yang dalam kadar rendah suatu sistem dapat teradsorpsi pada permukaan dan dapat menurunkan tegangan muka atau energy bebas permukaan. Bentuk antar muka ditunjukkan suatu batas antar dua fase yang  tidak saling campur, sedang permukaan biasanya menunjukkan antar muka dimana salah satu fase adalah fase gas atau udara. Surfaktan sering digunakan sebagai bahan tambahan karena kemampuannya mengemulsi, mensuspensi, dan melarutkan obat serta kecenderungan menambah adsorpsi obat.
Sifat dari surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organik dalam sistem berair. Sifat ini tampak hanya pada cairan dan di atas konsentrasi misel kritis. Ini menunjukkan bahwa misel adalah bersangkutan dengan fenomena ini. Berbagai bahan tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan obat itu sendiri.
Surfaktan memiliki struktur molekular yang terdiri dari suatu gugus yang mempunyai afinitas sangat kecil untuk pelarut berair dinamakan gugus lipofilik dan mempunyai afinitas sangat kuat terhadap solven berair dinamakan gugus hidrofilik. Keadaan kedua gugus tersebut dalam molekul surfaktan disebut gugus amfifil.
Ditinjau dari sudut biofarmasetika, pelarutan dengan surfaktan dapat menaikkan atau menurunkan penyerapan zat aktif. Miselisasi dapat berupa pembentukan kompleks yang dapat menghambat penyerapan senyawa tertentu. Misel tidak dapat melintasi pori-pori membran biologi, namun misel dapat menembus membran secara difusi pasif, karena adanya karakter polar. Dengan demikian zat aktif yang bermisel tidak secara langsung tersedia dalam darah.

a. Penggolongan surfaktan
Menurut sifat ionik dari molekul dalam larutan, surfaktan digolongkan :
1) surfaktan anionik, terionisasi memberi muatan negatif anion hidrofobik dan sedikit muatan positif.
2) Surfaktan kationik, terionisasi membentuk banyak muatan positif kationik hidrofobik dan sedikit muatan negatif anionik hidrofobik.
3) Surfaktan amfoterik, surfaktan ini dapat bersifat anionik kationik atau netral tergantung pada pH larutan.
4) Surfaktan non ionik, tidak terionisasi dalam larutan. Surfaktan ini biasanya tidak toksik, netral, stabil terhadap elektrolit dan stabil dengan zat ionik.

b. Critical Micelles Concentration (CMC)
Kemampuan surfaktan dalam melarutkan suatu zat berdasarkan atas suatu pembentukan agregat molekul yang disebut sebagai misel (mica-micella = bola partikel). Misel terbentuk dalam larutan zat aktif permukaan di atas konsentrasi tertentu yang disebut CMC ( KMK = konsentrasi misel kritis). Pada saat terjadinya CMC akan terjadi perubahan tajam sifat fisika yang dapat dideteksi dalam larutan air (daya hantar, tekanan osmotik, penurunan titik beku, tegangan permukaan, viskositas, indeks bias dan lain-lain), yang dapat dapat digunakan
untuk menentukan CMC.
Larutan encer surfaktan berkelakuan sebagai senyawa normal, tetapi pada konsentrasi tertentu terjadi perubahan yang tajam dalam sifat-sifat fisik dalm larutan ini. Perubahan ini karena adanya molekul alifatik atau ion ke agregat dimensi koloid yang dikenal sebagai misel.
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan sebagai berikut : di bawah konsentrasi CMC amfifil yang mengalami adsorpsi pada antar muka udara atau air meningkat pada waktu konsentrasi amfifil dinaikkan. Akhirnya dapat dicapai suatu titik dimana antar muka dan fase bulk keduanya menjadi jenuh dengan monomer. Kondisi ini adalah CMC. Tiap penambahan amfifil selanjutnya melebihi konsentrasi akan mengagregasi membentuk misel dan energi bebas sistem dikurangi dengan cara ini. Di atas CMC, tegangan permukaan pada pokoknya tetap konstan, yang menunjukkan permukaan antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel.
Amfifil di dalam air mempunyai rantai hidrokarbon menghadap ke misel, jadi pada dasarnya rantai tersebut menghadap lingkungan hidrokarbonnya. Bagian-bagian polar dari amfifil mengelilingi inti hidrokarbon ini dan berhubungan dengan molekul-molekul air dari fase kontinyu. Agregasi juga terjadi dalam cairan nonpolar. Tetapi molekul-molekul dibalik, kepala polar menghadap ke dalam, sedangkan rantai hidrokarbon berhubungan dengan fase kontinyu yang bersifat nonpolar.

c. Solubilisasi
Suatu sifat yang penting dari surfaktan di dalam larutan adalah kemampuan misel untuk meningkatkan kelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi tertentu. Fenomena ini dikenal sebagai solubilisasi (solubillization).
Surfaktan mempunyai kemampuan dapat memperbesar kelarutan senyawa sukar larut dalam air. Pengaruh surfaktan dalam memperbesar kelarutan senyawa yang dikarenakan adanya efek pembasahan dan solubilisasi senyawa dalam misel dari surfaktan.
Efektivitas surfaktan dalam membantu pelarutan obat dalam media air dipengaruhi oleh:
1) Struktur surfaktan, makin besar bagian hidrofobik dari surfaktan makin besar pengaruhnya terhadap kelarutan obat dalam air
2) Suhu, pengaruh surfaktan dalam membantu pelarutan, meningkat dengan kenaikan suhu
3) Elektrolit
4) Senyawa organik
Masuknya obat dalam struktur obat dapat terjadi pada posisi yang berbeda tergantung pada sifat obat, terutama polaritasnya. Posisi obat dalam struktur misel dapat berada pada : Letak solubilisasi obat dalam struktur misel penting dipelajari untuk memahami interaksi antara surfaktan dengan obat. Tempat yang pasti terjadinya solubilisasi di dalam misel bervariasi sesuai dengan sifat molekul yang terlarut, dan ini penting menggambarkan tipe interaksi yang terjadi.

C.                WETTING AGENT
Wetting Agent adalah salah satu jenis bahan tambahan yang berfungsi sebagai zat pendispersi. Pelarut : (dapat sebagai wetting agent alcohol), gliserin, propilen glikol, polietilen glikol. Penggunaan surfaktan sebagai wetting agent samapi dengan 0.1%.
Surfaktan :
Anionik : Sodium Lauryl Sulphate (SLS), dioctyl sodium sulphosuccinate (docusate sodium).
Non ionic : polysorbate (Tween), sorbitan ester (span)
Oral : polysorbate (Tween), sorbitan ester (span)
Topikal : Sodium Lauryl Sulphate (SLS), dioctyl sodium sulphosuccinate (docusate sodium).
Kerugian surfaktan : busa, system deflokulasi
Landasan Teori Wetting :
Tahap kritis pembuatan sediaan suspensi  adalah pencampuran partikel padat kedalam pembawa yaitu pembasaahn pertikel padat untuk mendapakan disperse yang stabil.
Pembasahan (wetting partikel padat) adalah pengusiran udara pada permukaan partikel oleh cairan. Proses pembasahan melibatkan surface dan interfaces.
Umumnya serbuk yang bersifat sedikit hidrofobik tidak menimbulkan banyak masalah dan mudah dibasahi. Sedangkan serbuk yang sangat hidrofobik daapt mengambang di permukaan pembawa air karena besarnya energy interfarsial antara serbuk dan pembawa.
Spreading wetting : cairan yang kontak dengan substrat atau zat padat menyebar dan menggantikan udaar di permukaan substrat /zat padat. Bila cairan menggantikan kedudukan seluruh udara dari permukaan, maka dikatakan cairan membasahi permukaan dengan sempurna.
Pada proses pembasaahn terjadi :
a.                   Penurunan tegangan permukaan cairan
b.                  Penurunan tegangan interfasial cairan/ zat padat
Modifikasi pembasahan dengan surfaktan
Penambahan surfaktan ke dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air dan tegangan interfasial air atau zat padat sehingga menghasilkan nilai koefisien penyebaran yang positif.
Bila zat padat porus atau surfaktan teradsorpsi pada interface zat padat atau cairan maka akan terjadi penurunan wetting.
Untuk mempercepat pemilihan surfaktan :
Hidrofil-lipofil-balance (HLB) system :
a.                   Surfaktan dengan HLB rendah lebih larut dalam minyak
b.                  Surfaktan dengan HLB tinggi lebih larut dalam air
Surfaktan yang menurunkan tegangan permukaan air dibawah 30 dyne/cm2 disebut dengan pembasahan spontan.
Untuk wetting agent, surfaktan yang sesuai adalah dengan HLB 7-9.
Perhatian pada pemilihan surfaktan :
a.                   Compatible
b.                  Should be used in minimum amount necessary
c.                   Excessive amount may lead to foaming, solubilization, unpleasant taste and odor.
Hidrofilik koloid sebagai pembasah
Acasia, bentonite, tragacanth, alginate, turunan selulosa : protective koloid, membungkus partikel padat hidrofobik dengan cara lapisan multimolekuler.
Kerugian : Sisitem deflokulasi terutama pada konsentrasi rendah.


D.                JENIS-JENIS ZAT PEMBASAH
1.                  Propylene Glycol
a.       Propylene Glycole Monomethyl Ether
Nama lain : (1-Methoxy-2-propanol; 1-methoxypropanol; Propapsol solvent M)
Sifat Fisika dan Kimia Propylene Glycol
Deskripsi : Cairan tak berwarna
Rumus Molekul : C4H10O2
Berat Molekul : 90.14
Density : 0.962 g/cm3 @ 20°C
Titik Didih : 118-118.5°C
Titk Leleh : -96.7°C
Tekanan Uap : 11.8 torr @ 25°C
Kelarutan : Larut dalam Air, methanol, eter dan yang lainnya.
Faktor konversi : 1 ppm = 3.69 mg/m3 at 25°C
Penggunaan dan Sumber Utama
Propylene glycol monomethyl ether (PGME) digunakan sebagai pelarut untuk selulosa, akrilik, zat warna, tinta dan lainnya. Tetapi penggunaan utama PGME adalah pada industry Vernis dan Cat.
b.                  Propilen Glikol
Propilen glikol adalah propana-1,2-diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76,10. Struktur kimia propilen glikol :
CH3 – CH (OH) – CH2OH
Propilen glikol berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik.
Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan non parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang baik dan dapat melarutkan berbagai macam senyawa, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obat sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), kebanyakan alkaloid dan berbagai anastetik local.

2.                  Tween 60
Polisorbat 60 adalah hasil kondensasi stearat dari sorbitol dan anhidranya dengan etilenoksiada,merupakan ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Polyoxyethylene 60 sorbitan monoleat atau lebih dikenal sebagai Tween 60 merupakan cairan kental, buram, kuning, bau agak harum atau bau minyak. Pada suhu lebih dari 24 derajat menjadi cairan jernih seperti minyak. Kelarutan : larut dalam air, minyak biji kapas, praktis tidak larut dalam minyak mineral, dapat campur dalam dengan aseton P dan dengan dioksan P. Bobot per milliliter kurang lebih 1,10 gram, bilangan asam tidak lebih dari 2,0. Tween 80 dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan nonionik, zat penambah kelarutan, zat pembasah, zat pendispersi atau pensuspensi dengan harga CMC adalah 0,0014.
Tween 60 telah digunakan secara luas dalam bidang kosmetik, produk makanan, dan sediaan farmasetika baik dalam penggunaan secara peroral, parenteral maupun topikal dan tergolong zat yang nontoksik dan iritan. Menurut WHO, pemakaian perhari untuk Tween maksimal 25 mg/kg BB.

3.                  Gliserin
Gliserin adalah senyawa organic yang disebut juga Gliserol. Tidak berwarna, tidak berbau yang banyak digunakan secara luas dalam bidang farmasi. Gliserin bersifat hidrofilik, digunakan pada produk agar produk cukup kering dan sebagai emollient. Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand and body lotion, cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan juga merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara bebas.
Rumus Molekul :   http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/dc/Glycerin_Skelett.svg/120px-Glycerin_Skelett.svg.png
IUPAC name : propan-1,2,3-triol
Other names : propane-1,2,3-triol, 1,2,3-propantriol, 1,2,3-trihydroxypropane, glyceritol, glycyl alcohol.
Sifat Fisika dan Kimia :
Rumus molekul : C3H5(OH)3
Berat Molekul : 92.09382 g/mol
Penampakan : Jernih, tidak berwarna, cairan, higroskopis
Bau : Tidak Berbau
Density : 1.261 g/cm³
Titik Leleh : 17.8 °C (64.2°F)
Titik Didih : 290 °C (554°F)
Index Refraktif : 1.4746

4.                  Sorbitol
http://sci-toys.com/ingredients/sorbitol_a.gif

5.                  Maltitol
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/a/a5/Maltitol.svg/200px-Maltitol.svg.png
Nama IUPAC : 4-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol
Rumus Molekul : C12H24O11
Berat molekul : 344.31 g/mol
Titik Leleh : 145 °C
Maltitol sering digunakan dalam industry farmasi sebagai emollient atau humektan.

6.                  Glyceril Triacetate
7.                  Xylitol

E.                 APLIKASI ZAT PEMBASAH DALAM BEBERAPA SEDIAAN FARMASI

1.                  Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok.
Metode pembuatan tablet yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode granulasi basah. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat alir dan kompresibilitas granul. Granulasi basah memerlukan pembasah untuk membuat massa granul. Pembasah yang digunakan biasanya bahan pengikat dalam bentuk mucilago/larutan.

2.                  Pil
Zat pembasah : membasahi massa sebelum dibentuk. Contohnya : Air, gliserol, sirup, madu, campuran bahan tersebut atau bahan lain yang cocok.
Pembuatan Sediaan Pil
Cara pembuatan pil pada prinsipnya, mencampur bahan-bahan obat padat sampai homogen kemudian ditambah zat-zat tambahan, setelah homogen ditetesi bahan pembasah. Kemudian dengan cara menekan sampai diperoleh massa pil yang elastis lalu dibuat bentuk batang dan dipotong dengan alat pemotong pil sesuai dengan jumlah pil yang diminta. Bahan pelicin ditambahkan setelah terbentuk massa pil agar supaya massa pil yang telah jadi tidak melekat pada alat pembuat pil.

3.                  Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan– lahan, endapan harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk menjamin stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di gojog dan di tuang .
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa faktor anatara lain sifat partikel terdispersi ( derajat pembasahan partikel ), Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen – komponen formulasi seperti pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan mudah dituang. Pada etiket harus tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di tempat yang sejuk “.
Pembasahan Partikel
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari serbuk yang tidak larut di dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting. kadang – kadang adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan lain – lain kontaminan .
Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ – nya besar mereka mengambang pada permukaan cairan.
Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar dibasahi meskipun ditekan di bawah permukaan cairan.
Serbuk dengan sudut kontak ± 90 ْ akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari cairan. Sedangkan serbuk yang mengambang di bawah cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan bila tenggelam, menunjukkkan tidak adanya sudut kontak .
Serbuk yang sulit dibasahi air , disebut hidrofob , seperti sulfur , carbo adsorben, Magnesii Stearat dan serbuk yang mudah dibasahi air disebut hidropofil seperti toluen , Zincy Oxydi , Magnesii Carbonas .
Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan ( wetting agent ) adalah sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak , pembasahan akan dipermudah.
Gliserin dapat berguna di dalam penggerusan zat yang tidak larut karena akan memindahkan udara diantara partikel – partikel hingga bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi partikel karena lapisan gliserin pada permukaan partikel mudah campur dengan air. Maka itu pendispersian partikel dilakukan dengan menggerus dulu partikel dengan gliserin, propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan air. ( IMO , 152 )

4.                  Syrup
Jika ada pembasah (wetting agent) : bahan yang tidak larut digerus dulu dengan pembasah, baru digerus dengan zat pensuspensi.
Contoh zat pembasah : Gliserol, Propilen Glikol, Sorbitol, Tween.




KESIMPULAN

Beberapa zat berkhasiat memiliki sifat hidrofob, yaitu sifat yang susah untuk dibasahi. Zat berkhasiat yang demikian akan menimbulkan masalah dalam waktu hancurnya, oleh karena itu diperlukan suatu zat pembasah. Zat pembasah membantu mempercepat penetrasi cairan ke dalam tablet sehingga dapat terjadi kontak antara bahan cairan dengan zat penghancur yang lebih cepat.
Zat-zat pembasah, yang bersifat kationik, anionic dan nonionic. Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.
Pembasahan (wetting partikel padat) adalah pengusiran udara pada permukaan partikel oleh cairan. Proses pembasahan melibatkan surface dan interfaces.
Umumnya serbuk yang bersifat sedikit hidrofobik tidak menimbulkan banyak masalah dan mudah dibasahi. Sedangkan serbuk yang sangat hidrofobik daapt mengambang di permukaan pembawa air karena besarnya energy interfarsial antara serbuk dan pembawa.
Spreading wetting : cairan yang kontak dengan substrat atau zat padat menyebar dan menggantikan udaar di permukaan substrat /zat padat. Bila cairan menggantikan kedudukan seluruh udara dari permukaan, maka dikatakan cairan membasahi permukaan dengan sempurna.
Pada proses pembasahan terjadi :
a.       Penurunan tegangan permukaan cairan
b.      Penurunan tegangan interfasial cairan/ zat padat










DAFTAR PUSTAKA

1.                  Anief. 1987. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
2.                  Barnett, G. 1962. Cosmetics and Science Technology. Volume I. Wiley Interscience, New York.
3.                  Bennett, H. 1945. The chemical Formulary, Cosmetics and Drug Products. Vol III. Chemical Publishing Co., INC. Brooklyn, New York.
4.                  Suryani, A., I. Sailah., dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
5.                  http://etd.eprints.ums.ac.id/1538/1/K100040264.pdf
6.                  http://etd.eprints.ums.ac.id/3381/1/K100040237.pdf