TUGAS TEKNOLOGI SEMI SOLID II
Zat Pembasah
Disusun oleh:
ALEX
BONAJAYA ( 09334032 )
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS
DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas Teknologi
Semi Solid dengan judul “Zat
Pembasah”.
Tugas
ini berisi segala sesuatu tentang jenis-jenis zat pembasah dan
aplikasinya dalam sediaan farmasi.
Dalam penulisan tugas ini banyak manfaat yang diperoleh. Saya berharap tugas
ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan mengenai Zat pembasah.
Akhirnya
penulis menyadari bahwa tugas ini terdapat berbagai kekurangan yang memerlukan
perbaikan. Saran serta kritik yang membangun, penulis harapkan demi lebih
baiknya tugas saya selanjutnya.
Jakarta, April 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................................................. 2
Daftar Is............................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Emulsifikasi........................................................................................................ 6
B.
Surfaktan............................................................................................................ 7
C.
Wetting
Agent.................................................................................................... 9
D.
Jenis-jenis
Zat Pembasah....................................................................................11
E.
Aplikasi
Zat Pembasah dalam Beberapa Sediaan Farmasi............................... 14
KESIMPULAN.............................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
Obat
merupakan salah satu kebutuhan yang digunakan dalam upaya menunjang upaya peningkatan
dan pemeliharaan kesehatan masyarakat. Banyak bentuk sedian farmasi yang
beredar di masyarakat diantaranya sediaan padat dan cair, terdapat sediaan yang
mengandung bahan aktif yang kelarutannya kecil dalam air. Suatu obat harus
mempunyai kelarutan dalam air agar manjur secara terapi sehingga obat masuk ke
sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang
tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak
menentu.
Pada
umumnya obat sediaan padat mengalami absorpsi sistemik melalui suatu rangkaian
proses, proses tersebut meliputi : 1) Disintegrasi bentuk obat dan diikuti
pelepasn obat ; 2) Pelarutan obat dalam medium aqueous ; 3) Absorpsi melewati
membrane menuju sistem sirkulasi sistemik. Absorpsi sistemik suatu obat dari
tempat ekstravaskular dipengaruhi oleh sifat-sifat fisikokimia produk obat.
Untuk obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air, laju pelarutan
seringkali merupakan tahap yang paling lambat, oleh karena itu mengakibatkan
terjadinya efek penentu kecepatan terhadap bioavailabilitas obat.
Kenyataan
tersebut mengakibatkan perlu dilakukan beberapa usaha untuk meningkatkan
kecepatan pelarutan bagi obat-obat yang mempunyai sifat kelarutan yang kurang
baik di dalam air. Banyak bahan obat yang memiliki kelarutan dalam air yang
rendah atau dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan
organik. Suatu peningkatan konsentrasi jenuh (perbaikan kelarutan) dapat
dilakukan melalui pembentukan garam, pemasukan grup hidrofil atau dengan bahan
pembentukan misel. Metode tersebut dapat digunakan secara individual maupun
secara kombinasi.
Beberapa
zat berkhasiat memiliki sifat hidrofob, yaitu sifat yang susah untuk dibasahi.
Zat berkhasiat yang demikian akan menimbulkan masalah dalam waktu hancurnya,
oleh karena itu diperlukan suatu zat pembasah. Zat pembasah membantu
mempercepat penetrasi cairan ke dalam tablet sehingga dapat terjadi kontak
antara bahan cairan dengan zat penghancur yang lebih cepat.
Obat
yang bersifat asam lemah dan basa lemah yang sukar larut, dapat dilarutkan
dengan bantuan kerja dari zat aktif permukaan dengan menurunkan tegangan
permukaan antara zat terlarut dengan mediumnya. Jika digunakan surfaktan dalam
formulasi obat, maka kecepatan pelarutan obat tergantung jumlah dan jenis
surfaktan yang digunakan. Pada umumnya dengan adanya penambahan surfaktan dalam
suatu formula akan menambah kecepatan pelarutan bahan obatnya.
Polisorbat
60 atau yang lebih dikenal sebagai tween 60 merupakan salah satu surfaktan yang
dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan non ionik, zat penambah
kelarutan, zat pembasah, dan zat pensuspensi. Propilen glikol atau
propana-1,2-diol adalah salah satu jenis pelarut atau kosolven yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu obat dalam formulasi sediaan cair,
semi padat dan sediaan transdermal. Dalam sediaan semi padat dapat berupa pasta
yang penggunaanya secara topikal. Dengan penambahan kosolven dalam sediaan
pasta dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk melewati membran.
Sedangkan untuk sediaan trasdermal dapat berupa semprot hidung ataupun implan
(susuk).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
EMULSIFIKASI
Teori Emulsifikasi
·
Teori Tegangan –permukaan
Bila cairan
kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling bercampur,
kekuatan (tenaga) yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka. Zat-zat
aktif permukaan (surfaktan) atau zat pembasah, merupakan zat yang bekerja menurunkan
tegangan antarmuka ini.
·
Oriented Wedge Theory
Menganggap bahwa
lapisan monomolecular dari zat pengemulsi melingkari suatu tetesan dari fase
dalam pada emulsi. Teori ini berdasarkan pada anggapan bahwa zat pengemulsi
tertentu mengarahkan dirinya di sekitar dan dalam suatu cairan yang merupakan
gambaran kelarutannya pada cairan tertentu.
·
Teori plastic atau Teori Lapisan antarmuka
Bahwa zat
pengemulsi membentuk lapisan tipis atau film yang mengelilingi fase dispers dan
diabsorbsi pada permukaan dari tetesan tersebut. Lapisan tersebut mencegah
kontak dan bersatunya fase terdispersi; makin kuat dan makin lunak lapisan
tersebut, akan makin besar dan makin stabil emulsinya.
Bahan-Bahan Pengemulsi
1.
Bahan-bahan karbohidrat , bahan-bahan alami seperti
akasia (gom), tragakan, agar, kondrus dan pectin. Bahan-bahan ini membentuk
koloid hidrofilik bila ditambahkan kedalam air dan umumnya menghasilkan emulsi
m/a.
2.
Zat-zat protein seperti : gelatin, kuning telur, dan
kasein. Bahan-bahan ini menghasilkan emulsi tipe m/a. kerugian gelatin sebagai
suatu zat pengemulsi adalah sediaan menjadi terlalu cair dan menjadi lebih cair
pada pendiaman.
3.
Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti : stearil
alcohol, setil alcohol, dan gliseril monostearat. Biasa digunakan sebagai penstabil
emusi tipe m/a dari lotio dan salep tertentu yang digunakan sebagai obat luar.
Kolesterol dan turunannya dapat digunakan sebagai emulsi untuk obat luar dan
menghasilkan emulsi tipe a/m.
4.
Zat-zat pembasah, yang bersifat kationik, anionic dan
nonionic. Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian
lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.
Zat padat yang terbagi halus, seperti : tanah liat
koloid termasuk bentonit, magnesium hidroksida dan aluminium hidroksida.
Umumnya membentuk emulsi tipe m/a bila bahan padat ditambahkan ke fase air jika
jumlah volume air lebih besar dari minyak. Jika serbuk bahan padat ditambahkan
dalam inyak dan volume fase minyak lebih banyak dari air, suatu zat seperti bentonit
sanggup membentuk suatu emulsi a/m.
B.
SURFAKTAN
Surfaktan adalah
substansi yang dalam kadar rendah suatu sistem dapat teradsorpsi pada permukaan
dan dapat menurunkan tegangan muka atau energy bebas permukaan. Bentuk antar
muka ditunjukkan suatu batas antar dua fase yang tidak saling campur, sedang permukaan biasanya
menunjukkan antar muka dimana salah satu fase adalah fase gas atau udara. Surfaktan
sering digunakan sebagai bahan tambahan karena kemampuannya mengemulsi,
mensuspensi, dan melarutkan obat serta kecenderungan menambah adsorpsi obat.
Sifat dari
surfaktan adalah menambah kelarutan senyawa organik dalam sistem berair. Sifat
ini tampak hanya pada cairan dan di atas konsentrasi misel kritis. Ini
menunjukkan bahwa misel adalah bersangkutan dengan fenomena ini. Berbagai bahan
tambahan dalam produk obat juga dapat mempengaruhi kinetika kelarutan obat itu
sendiri.
Surfaktan
memiliki struktur molekular yang terdiri dari suatu gugus yang mempunyai
afinitas sangat kecil untuk pelarut berair dinamakan gugus lipofilik dan
mempunyai afinitas sangat kuat terhadap solven berair dinamakan gugus hidrofilik.
Keadaan kedua gugus tersebut dalam molekul surfaktan disebut gugus amfifil.
Ditinjau dari
sudut biofarmasetika, pelarutan dengan surfaktan dapat menaikkan atau
menurunkan penyerapan zat aktif. Miselisasi dapat berupa pembentukan kompleks
yang dapat menghambat penyerapan senyawa tertentu. Misel tidak dapat melintasi
pori-pori membran biologi, namun misel dapat menembus membran secara difusi
pasif, karena adanya karakter polar. Dengan demikian zat aktif yang bermisel
tidak secara langsung tersedia dalam darah.
a. Penggolongan
surfaktan
Menurut sifat
ionik dari molekul dalam larutan, surfaktan digolongkan :
1) surfaktan
anionik, terionisasi memberi muatan negatif anion hidrofobik dan sedikit muatan
positif.
2) Surfaktan
kationik, terionisasi membentuk banyak muatan positif kationik hidrofobik dan
sedikit muatan negatif anionik hidrofobik.
3) Surfaktan
amfoterik, surfaktan ini dapat bersifat anionik kationik atau netral tergantung
pada pH larutan.
4) Surfaktan non
ionik, tidak terionisasi dalam larutan. Surfaktan ini biasanya tidak toksik,
netral, stabil terhadap elektrolit dan stabil dengan zat ionik.
b. Critical
Micelles Concentration (CMC)
Kemampuan
surfaktan dalam melarutkan suatu zat berdasarkan atas suatu pembentukan agregat
molekul yang disebut sebagai misel (mica-micella = bola partikel). Misel
terbentuk dalam larutan zat aktif permukaan di atas konsentrasi tertentu yang
disebut CMC ( KMK = konsentrasi misel kritis). Pada saat terjadinya CMC akan
terjadi perubahan tajam sifat fisika yang dapat dideteksi dalam larutan air
(daya hantar, tekanan osmotik, penurunan titik beku, tegangan permukaan,
viskositas, indeks bias dan lain-lain), yang dapat dapat digunakan
untuk menentukan
CMC.
Larutan encer
surfaktan berkelakuan sebagai senyawa normal, tetapi pada konsentrasi tertentu
terjadi perubahan yang tajam dalam sifat-sifat fisik dalm larutan ini.
Perubahan ini karena adanya molekul alifatik atau ion ke agregat dimensi koloid
yang dikenal sebagai misel.
Fenomena
terbentuknya misel dapat diterangkan sebagai berikut : di bawah konsentrasi CMC
amfifil yang mengalami adsorpsi pada antar muka udara atau air meningkat pada
waktu konsentrasi amfifil dinaikkan. Akhirnya dapat dicapai suatu titik dimana
antar muka dan fase bulk keduanya menjadi jenuh dengan monomer. Kondisi ini
adalah CMC. Tiap penambahan amfifil selanjutnya melebihi konsentrasi akan
mengagregasi membentuk misel dan energi bebas sistem dikurangi dengan cara ini.
Di atas CMC, tegangan permukaan pada pokoknya tetap konstan, yang menunjukkan
permukaan antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel.
Amfifil di dalam
air mempunyai rantai hidrokarbon menghadap ke misel, jadi pada dasarnya rantai
tersebut menghadap lingkungan hidrokarbonnya. Bagian-bagian polar dari amfifil
mengelilingi inti hidrokarbon ini dan berhubungan dengan molekul-molekul air
dari fase kontinyu. Agregasi juga terjadi dalam cairan nonpolar. Tetapi
molekul-molekul dibalik, kepala polar menghadap ke dalam, sedangkan rantai
hidrokarbon berhubungan dengan fase kontinyu yang bersifat nonpolar.
c. Solubilisasi
Suatu sifat yang
penting dari surfaktan di dalam larutan adalah kemampuan misel untuk
meningkatkan kelarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium
dispersi tertentu. Fenomena ini dikenal sebagai solubilisasi (solubillization).
Surfaktan
mempunyai kemampuan dapat memperbesar kelarutan senyawa sukar larut dalam air.
Pengaruh surfaktan dalam memperbesar kelarutan senyawa yang dikarenakan adanya
efek pembasahan dan solubilisasi senyawa dalam misel dari surfaktan.
Efektivitas
surfaktan dalam membantu pelarutan obat dalam media air dipengaruhi oleh:
1) Struktur
surfaktan, makin besar bagian hidrofobik dari surfaktan makin besar pengaruhnya
terhadap kelarutan obat dalam air
2) Suhu,
pengaruh surfaktan dalam membantu pelarutan, meningkat dengan kenaikan suhu
3) Elektrolit
4) Senyawa
organik
Masuknya obat
dalam struktur obat dapat terjadi pada posisi yang berbeda tergantung pada
sifat obat, terutama polaritasnya. Posisi obat dalam struktur misel dapat
berada pada : Letak solubilisasi obat dalam struktur misel penting dipelajari
untuk memahami interaksi antara surfaktan dengan obat. Tempat yang pasti
terjadinya solubilisasi di dalam misel bervariasi sesuai dengan sifat molekul
yang terlarut, dan ini penting menggambarkan tipe interaksi yang terjadi.
C.
WETTING
AGENT
Wetting Agent
adalah salah satu jenis bahan tambahan yang berfungsi sebagai zat pendispersi. Pelarut
: (dapat sebagai wetting agent alcohol), gliserin, propilen glikol, polietilen
glikol. Penggunaan surfaktan sebagai wetting agent samapi dengan 0.1%.
Surfaktan :
Anionik : Sodium
Lauryl Sulphate (SLS), dioctyl sodium sulphosuccinate (docusate sodium).
Non ionic :
polysorbate (Tween), sorbitan ester (span)
Oral :
polysorbate (Tween), sorbitan ester (span)
Topikal : Sodium
Lauryl Sulphate (SLS), dioctyl sodium sulphosuccinate (docusate sodium).
Kerugian
surfaktan : busa, system deflokulasi
Landasan Teori
Wetting :
Tahap kritis
pembuatan sediaan suspensi adalah
pencampuran partikel padat kedalam pembawa yaitu pembasaahn pertikel padat
untuk mendapakan disperse yang stabil.
Pembasahan
(wetting partikel padat) adalah pengusiran udara pada permukaan partikel oleh
cairan. Proses pembasahan melibatkan surface
dan interfaces.
Umumnya serbuk
yang bersifat sedikit hidrofobik tidak menimbulkan banyak masalah dan mudah
dibasahi. Sedangkan serbuk yang sangat hidrofobik daapt mengambang di permukaan
pembawa air karena besarnya energy interfarsial antara serbuk dan pembawa.
Spreading
wetting : cairan yang kontak dengan substrat atau zat padat menyebar dan
menggantikan udaar di permukaan substrat /zat padat. Bila cairan menggantikan
kedudukan seluruh udara dari permukaan, maka dikatakan cairan membasahi permukaan
dengan sempurna.
Pada proses
pembasaahn terjadi :
a.
Penurunan tegangan permukaan cairan
b.
Penurunan tegangan interfasial cairan/
zat padat
Modifikasi
pembasahan dengan surfaktan
Penambahan
surfaktan ke dalam air akan menurunkan tegangan permukaan air dan tegangan
interfasial air atau zat padat sehingga menghasilkan nilai koefisien penyebaran
yang positif.
Bila zat padat
porus atau surfaktan teradsorpsi pada interface zat padat atau cairan maka akan
terjadi penurunan wetting.
Untuk
mempercepat pemilihan surfaktan :
Hidrofil-lipofil-balance
(HLB) system :
a.
Surfaktan dengan HLB rendah lebih larut
dalam minyak
b.
Surfaktan dengan HLB tinggi lebih larut
dalam air
Surfaktan yang
menurunkan tegangan permukaan air dibawah 30 dyne/cm2 disebut dengan pembasahan
spontan.
Untuk wetting
agent, surfaktan yang sesuai adalah dengan HLB 7-9.
Perhatian pada
pemilihan surfaktan :
a.
Compatible
b.
Should be used in minimum amount
necessary
c.
Excessive amount may lead to foaming,
solubilization, unpleasant taste and odor.
Hidrofilik koloid
sebagai pembasah
Acasia,
bentonite, tragacanth, alginate, turunan selulosa : protective koloid,
membungkus partikel padat hidrofobik dengan cara lapisan multimolekuler.
Kerugian :
Sisitem deflokulasi terutama pada konsentrasi rendah.
D.
JENIS-JENIS
ZAT PEMBASAH
1.
Propylene
Glycol
a. Propylene
Glycole Monomethyl Ether
Nama lain : (1-Methoxy-2-propanol;
1-methoxypropanol; Propapsol solvent M)
Sifat Fisika dan
Kimia Propylene Glycol
Deskripsi :
Cairan tak berwarna
Rumus Molekul :
C4H10O2
Berat Molekul : 90.14
Density : 0.962
g/cm3 @ 20°C
Titik Didih :
118-118.5°C
Titk Leleh : -96.7°C
Tekanan Uap :
11.8 torr @ 25°C
Kelarutan :
Larut dalam Air, methanol, eter dan yang lainnya.
Faktor konversi
: 1 ppm = 3.69 mg/m3 at 25°C
Penggunaan dan
Sumber Utama
Propylene glycol
monomethyl ether (PGME) digunakan sebagai pelarut untuk selulosa, akrilik, zat
warna, tinta dan lainnya. Tetapi penggunaan utama PGME adalah pada industry
Vernis dan Cat.
b.
Propilen Glikol
Propilen glikol
adalah propana-1,2-diol dengan rumus molekul C3H8O2
dan berat molekul 76,10. Struktur kimia propilen glikol :
CH3 – CH (OH) –
CH2OH
Propilen glikol
berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis,
dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eter P, tidak dapat campur dengan
eter minyak tanah P dan dengan minyak lemak. Propilen glikol dapat berfungsi
sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk
vitamin dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau
kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol,
10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal.
Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri
makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik.
Dalam formulasi
atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut,
pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan
non parenteral. Propilen glikol merupakan pelarut yang baik dan dapat
melarutkan berbagai macam senyawa, seperti kortikosteroid, fenol, obat-obat
sulfa, barbiturat, vitamin (A dan D), kebanyakan alkaloid dan berbagai
anastetik local.
2.
Tween
60
Polisorbat 60
adalah hasil kondensasi stearat dari sorbitol dan anhidranya dengan
etilenoksiada,merupakan ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi
dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan
anhidrida sorbitol. Polyoxyethylene 60 sorbitan monoleat atau lebih dikenal
sebagai Tween 60 merupakan cairan kental, buram, kuning, bau agak harum atau
bau minyak. Pada suhu lebih dari 24 derajat menjadi cairan jernih seperti
minyak. Kelarutan : larut dalam air, minyak biji kapas, praktis tidak larut
dalam minyak mineral, dapat campur dalam dengan aseton P dan dengan dioksan P.
Bobot per milliliter kurang lebih 1,10 gram, bilangan asam tidak lebih dari 2,0.
Tween 80 dapat digunakan sebagai zat pengemulsi, surfaktan nonionik, zat penambah
kelarutan, zat pembasah, zat pendispersi atau pensuspensi dengan harga CMC adalah
0,0014.
Tween 60 telah
digunakan secara luas dalam bidang kosmetik, produk makanan, dan sediaan
farmasetika baik dalam penggunaan secara peroral, parenteral maupun topikal dan
tergolong zat yang nontoksik dan iritan. Menurut WHO, pemakaian perhari untuk
Tween maksimal 25 mg/kg BB.
3.
Gliserin
Gliserin adalah
senyawa organic yang disebut juga Gliserol. Tidak berwarna, tidak berbau yang
banyak digunakan secara luas dalam bidang farmasi. Gliserin bersifat
hidrofilik, digunakan pada produk agar produk cukup kering dan sebagai
emollient. Gliserin merupakan humektan yang biasa dipakai untuk kosmetik (hand
and body lotion, cream pelembab dll), untuk bahan dasar pembuatan sabun dan
juga merupakan bahan utama untuk pasta gigi. Fungsinya adalah untuk mengikat
air/pelembab sehingga cream selalu basah dan tidak cepat mengering di udara
bebas.
IUPAC name :
propan-1,2,3-triol
Other names :
propane-1,2,3-triol, 1,2,3-propantriol, 1,2,3-trihydroxypropane, glyceritol,
glycyl alcohol.
Sifat Fisika dan
Kimia :
Rumus molekul :
C3H5(OH)3
Berat Molekul :
92.09382 g/mol
Penampakan :
Jernih, tidak berwarna, cairan, higroskopis
Bau : Tidak
Berbau
Density : 1.261
g/cm³
Titik Leleh :
17.8 °C (64.2°F)
Titik Didih :
290 °C (554°F)
Index Refraktif
: 1.4746
4.
Sorbitol
5.
Maltitol
Nama IUPAC : 4-O-α-D-Glucopyranosyl-D-glucitol
Rumus Molekul : C12H24O11
Berat molekul : 344.31 g/mol
Titik Leleh : 145 °C
Maltitol sering
digunakan dalam industry farmasi sebagai emollient atau humektan.
6.
Glyceril
Triacetate
7.
Xylitol
E.
APLIKASI ZAT
PEMBASAH DALAM BEBERAPA SEDIAAN FARMASI
1.
Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara
kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata
atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat
tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat pengisi, zat
pengembang, zat pengikat, zat pelicin, zat pembasah atau zat lain yang cocok.
Metode pembuatan tablet yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode granulasi basah. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sifat
alir dan kompresibilitas granul. Granulasi basah memerlukan pembasah untuk
membuat massa granul. Pembasah yang digunakan biasanya bahan pengikat dalam
bentuk mucilago/larutan.
2.
Pil
Zat pembasah :
membasahi massa sebelum dibentuk. Contohnya : Air, gliserol, sirup, madu,
campuran bahan tersebut atau bahan lain yang cocok.
Pembuatan
Sediaan Pil
Cara pembuatan
pil pada prinsipnya, mencampur bahan-bahan obat padat sampai homogen kemudian
ditambah zat-zat tambahan, setelah homogen ditetesi bahan pembasah. Kemudian
dengan cara menekan sampai diperoleh massa pil yang elastis lalu dibuat bentuk
batang dan dipotong dengan alat pemotong pil sesuai dengan jumlah pil yang
diminta. Bahan pelicin ditambahkan setelah terbentuk massa pil agar supaya
massa pil yang telah jadi tidak melekat pada alat pembuat pil.
3.
Suspensi
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan
tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus
halus, tidak boleh cepat mengendap, dan bila digojog perlahan– lahan, endapan
harus terdispersi kembali. Dapat di tambahkan zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi tetapi kekentalan suspensi harus menjamin sediaan mudah di
gojog dan di tuang .
Dalam pembuatan suspensi harus diperhatikan beberapa
faktor anatara lain sifat partikel terdispersi ( derajat pembasahan partikel ),
Zat pembasah, Medium pendispersi serta komponen – komponen formulasi seperti
pewarna, pengaroma, pemberi rasa dan pengawet yang digunakan. Suspensi harus
dikemas dalam wadah yang memadai di atas cairan sehigga dapat dikocok dan mudah
dituang. Pada etiket harus
tertera “Kocok dahulu dan di simpan dalam wadah tertutup baik dan disimpan di
tempat yang sejuk “.
Pembasahan Partikel
Dalam pembuatan suspensi, pembasahan partikel dari
serbuk yang tidak larut di dalam cairan pembawa adalah langkah yang penting.
kadang – kadang adalah sukar mendispersi serbuk, karena adanya udara, lemak dan
lain – lain kontaminan .
Serbuk tadi tidak dapat segera dibasahi, walaupun BJ –
nya besar mereka mengambang pada permukaan cairan.
Pada serbuk yang halus mudah kemasukan udara dan sukar
dibasahi meskipun ditekan di bawah permukaan cairan.
Serbuk dengan sudut kontak ± 90 ْ
akan menghasilkan serbuk yang terapung keluar dari cairan. Sedangkan serbuk
yang mengambang di bawah cairan mempunyai sudut kontak yang lebih kecil dan
bila tenggelam, menunjukkkan tidak adanya sudut kontak .
Serbuk yang sulit dibasahi air , disebut hidrofob
, seperti sulfur , carbo adsorben, Magnesii Stearat dan serbuk yang mudah
dibasahi air disebut hidropofil seperti toluen , Zincy Oxydi , Magnesii
Carbonas .
Dalam pembuatan suspensi penggunaan surfaktan ( wetting
agent ) adalah sangat berguna dalam penurunan tegangan antar muka akan
menurunkan sudut kontak , pembasahan akan dipermudah.
Gliserin dapat berguna di dalam penggerusan zat yang
tidak larut karena akan memindahkan udara diantara partikel – partikel hingga
bila ditambahkan air dapat menembus dan membasahi partikel karena lapisan
gliserin pada permukaan partikel mudah campur dengan air. Maka itu
pendispersian partikel dilakukan dengan menggerus dulu partikel dengan
gliserin, propilenglikol, koloid gom baru diencerkan dengan air. ( IMO , 152 )
4.
Syrup
Jika ada pembasah (wetting agent) : bahan yang tidak larut
digerus dulu dengan pembasah, baru digerus dengan zat pensuspensi.
Contoh zat pembasah : Gliserol, Propilen Glikol, Sorbitol,
Tween.
KESIMPULAN
Beberapa zat berkhasiat memiliki
sifat hidrofob, yaitu sifat yang susah untuk dibasahi. Zat berkhasiat yang
demikian akan menimbulkan masalah dalam waktu hancurnya, oleh karena itu
diperlukan suatu zat pembasah. Zat pembasah membantu mempercepat penetrasi
cairan ke dalam tablet sehingga dapat terjadi kontak antara bahan cairan dengan
zat penghancur yang lebih cepat.
Zat-zat pembasah, yang bersifat
kationik, anionic dan nonionic. Zat-zat ini mengandung gugus hidrofilik dan
lipofilik dengan bagian lipofilik dari molekul menyebabkan aktivitas permukaan
dari molekul tersebut.
Pembasahan
(wetting partikel padat) adalah pengusiran udara pada permukaan partikel oleh
cairan. Proses pembasahan melibatkan surface
dan interfaces.
Umumnya serbuk
yang bersifat sedikit hidrofobik tidak menimbulkan banyak masalah dan mudah dibasahi.
Sedangkan serbuk yang sangat hidrofobik daapt mengambang di permukaan pembawa
air karena besarnya energy interfarsial antara serbuk dan pembawa.
Spreading
wetting : cairan yang kontak dengan substrat atau zat padat menyebar dan
menggantikan udaar di permukaan substrat /zat padat. Bila cairan menggantikan
kedudukan seluruh udara dari permukaan, maka dikatakan cairan membasahi
permukaan dengan sempurna.
Pada proses
pembasahan terjadi :
a. Penurunan
tegangan permukaan cairan
b. Penurunan
tegangan interfasial cairan/ zat padat
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Anief. 1987.
Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
2.
Barnett, G.
1962. Cosmetics and Science Technology.
Volume I. Wiley Interscience, New York.
3.
Bennett, H.
1945. The chemical Formulary, Cosmetics
and Drug Products. Vol III. Chemical Publishing Co., INC. Brooklyn, New
York.
4.
Suryani, A.,
I. Sailah., dan E. Hambali. 2000. Teknologi
Emulsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.